Kisah Mantan Anggota MTA yang Tobat Menjadi Perintis Radio Dakwah NU
Soloraya
Ustadz Parsono Agus Waluyo saat
ini dikenal sebagai salah satu aktivis Nahdlatul Ulama (NU) di kecamatan
Karangpandan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Melalui berbagai media
khususnya radio, beliau merintis dakwah Islam ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja)
yang kemudian dinamakan dengan sebutan Pitutur Luhur. Kini, ia pun
mengembangkan dakwahnya dengan menerbitkan majalah dan kaset yang berisi kajian
Pitutur Luhur.
Menurutnya, apa yang dilakukannya
itu untuk kepentingan dakwah yang fleksibel dengan mengikuti perkembangan zaman
dan keinginan masyarakat. Ustadz Parsono Agus Waluyo pun mengatakan di dalam
media tersebut dirinya hanya sebagai narasumber, sedangkan untuk siaran radio,
pembuatan majalah, serta kaset semuanya dilakukan atas kreatifitas dari
anak-anak didiknya. Ini bertujuan agar para pemuda NU yang juga anak didiknya
itu mempunyai jiwa terampil dan selalu berpikir kreatif inovatif demi kemajuan.
Berkat dakwah kreatif nan
inovatif yang dikembangkannya, para jama’ah semakin tertarik mengikuti
pengajian ia pimpin yang saat ini sudah tersebar di berbagai daerah di
Kabupaten Karanganyar. Namun, siapa sangka ustadz yang menjadi perintis
berdirinya radio-radio NU di Soloraya ini dulunya adalah anggota
Majelis Tafsir Alqur’an (MTA) pimpinan Ustadz Drs. A. Sukino.
“Dahulu saya sekolah STM saja,
kemudian saya didatangi oleh para santri yang tergabung dalam ISKAR (Ikatan
Santri Karanganyar) dan diajak untuk nyantri di pesantren. Awalnya ajakan
tesebut saya abaikan dan saya memilih untuk ikut MTA,” ujar Ustadz Parsono
pada Selasa (29/4/2014).
“Tetapi saya salut dengan
kegigihan ISKAR pada saat itu, meski sudah mengetahui bahwa saya telah ikut
MTA, mereka tak segan mendatangi saya lagi dan mengajak untuk nyantri dengan
ajakan yang baik dan menarik”, lanjutnya.
“Hingga akhirnya saya terbujuk
untuk nyantri di pesantren Ringin Agung Pare Kediri Jawa Timur. Di pesantren
saya mengembangkan ketrampilan elektro yang saya peroleh dengan membuat radio.
Alhamdulillah, usai boyong dari pesantren, radiolah yang menjadi salah satu sarana
dakwah NU yang saya lakukan” ujarnya.
Ustadz Parsono Agus Waluyo yang
sudah keluar dari ajaran menyimpang MTA ini mengakui brosur dan rekaman kajian
MTA yang dulu diikutinya saat ini masih ia simpan tetapi dirinya tidak ingin
memperdebatkannya dan ingin fokus mengembangkan dakwah ahlussunnah wal jama’ah
NU.
“Dan brosur serta rekaman selama
saya MTA pun saat ini masih ada, namun saya tak ingin memperdebatkannya karena
yang terpenting saat ini adalah terus memasang strategi untuk mengembangkan
dakwah Aswaja ala NU”, pungkasnya.
Setelah berlumuran noda hitam
ajaran MTA sejak muda, hidayah pun datang menghampirinya. Allah SWT memberikan
petunjuk ke jalan yang lurus melalui NU saat dirinya berada di Ringin Agung
Kediri. Pada waktu ia melihat teman-teman penggali kubur yang tidak sengaja
menggali sebuah kuburan yang ternyata masih ada mayatnya. Anehnya, mayat itu
masih utuh meski sudah dikubur puluhan tahun. Ia berpikir jikalau mayat
penghuni kubur yang suka tahlilan ini adalah ahli bid’ah pelaku dosa besar tentu
mayatnya sudah hancur disiksa karena bid’ah yang dilakukan mayit selama masa
hidupnya. Dari sinilah hidayah itu semakin kuat datang ke dalam lubuk hatinya
hingga akhirnya sekarang menjadi pejuang ahlussunnah wal jam’ah di Karanganyar
Solo.
“Namaku Parsono Agus Waluyo, nama
asli Karangpandan Solo. Awal saya remaja, saya ngaji di MTA yang anti tahlil,
bahkan sekarang mati-matian menyerang tahlilan setelah konflik dengan orang tua
masalah tahlilan, dan lain-lain karena orang tua waktu itu belum sholat. Saya
ngaji di ponpes Ringin Agung Pare Kediri. Setelah pulang bibit-bibit wahabiku
muncul lagi walau dengan halus aku meragukan tahlilan karena aku pernah ngaji
dengan orang LDII, Salafi, Muhammadiyah, dll ormas yang wahabi tapi aku belajar
juga dengan kyai-kyai aswaja dan para habaib. Soal debat tahlil dari beberapa
versi aku ikuti. Yang membuatku yakin sederhana saja, guru-guruku di Ringin
Agung kan aswaja, jelas menggalakan tahlil. Lha pas teman-teman pekerja
penggali kubur tidak sengaja menggali kubur ada mayit, yang masih utuh walau
telah dikubur puluhan tahun. Kalau memang pelaku tahlil ini dosa besar karena
bid’ah tentunya (mayatnya) sudah hancur bagi yang percaya adzab kubur. Mungkin
ada yang berfikir Firaun juga jasadnya utuh, tapi di mumi”, komentarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar